Sangatta – Rapat Paripurna ke-11 berlangsung di gedung utama DPRD Kutai Timur. Pada Paripurna tersebut fraksi-fraksi dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kutai Timur menyampaikan pandangan umum mereka terhadap Nota Penjelasan Kepala Daerah Mengenai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kutim Tahun Anggaran 2024.
Ketua DPRD Kutai Timur Joni pimpin rapat paripurna ke 11 dan didampingi oleh Wakil Ketua I DPRD Kutim, Asti Mazar. Turut hadir dalam rapat tersebut Asiten Perekonomian dan Pembangunan Setkab Kutim, Zubair dalam sidang paripurna yang digelar di Ruang Sidang Utama Kantor DPRD Kutai Timur.
Kajang Lahan selaku perwakilan dari Fraksi Nasdem pandangan umum disampaikan Anggota DPRD . Ia mengatakan sudah seharusnya Raperda kabupaten Kutim tentang APBD 2024 ini disusun berdasarkan ketentuan perundang-undangan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Karena merupakan salah satu kebijakan dibidang keuangan yang dibuat dan diterapkan untuk mendukung pelaksanaan tujuan dan sasaran pembangunan daerah.
“Oleh karenanya sudah sepatutnya agar kegiatan pembangunan daerah didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2021-2026 dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2024 serta KUA dan PPAS Tahun Anggaran 2024,” terangnya.
Kajan juga menjelaskan bahwa sebagai perencanaan anggaran yang dapat dijadikan acuan bagi setiap Perangkat Daerah, dalam menentukan batas maksimal anggaran untuk alokasi program dan kegiatan. Kemudian fraksi Nasdem memberikan perhatian lebih, karena menjadi salah satu penyumbang angka kemiskinan di Kabupaten Kutim, selain pembangunan infrastruktur dasar diseluruh wilayah yang juga di harapkan bisa dipercepat realisainya.
“Selain itu keadilan sosial dan pembukaan aksesbilitas ekonomi pedesaan. Investasi di Kutai Timur didominasi oleh Sangatta Utara, Bengalon, Kaubun dan Kaliorang, dimana wilayah kecamatan ini mendominasi investasi )di Kutai Timur. Sedangkan di Kecamatan lainnya menjadi daerah minim investasi. Dampak yang dirasakan adalah minimnya infrastruktur pembangunan wilayah, meningkatnya pengangguran terbuka, dan tingginya angka kemiskinan,” ucapnya
“Kritik atas pendidikan mahal menjadi penting untuk diperhatikan. Selain itu, aksebilitas untuk memasuki jenjang pendidikan perguruan tinggi bagi pemuda desa untuk meningkatkan SDM juga layak diperhatikan untuk menaikkan indikator capaian bidang pendidikan,” tutunya.(adm1)