Sangatta – Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) menggelar Kegiatan Pengembangan Inovasi dan Teknologi, dengan fokus pada pengembangan Alat Teknologi Pengering Gabah. Acara ini bertujuan untuk memperkenalkan alat yang akan digunakan oleh pemerintah di tahun 2023. Kepala Bidang Inovasi dan Teknologi BRIDA Kabupaten Kutim, Dr.drs. Wenadianto, M.Si, menjelaskan bahwa alat pengering gabah ini memiliki kapasitas 500 Kg dan dapat dipindahkan sesuai dengan lokasi panen. Kamis (15/6/2023).
Dalam proses pengolahan gabah menjadi beras, terdapat beberapa tahapan seperti pemanenan, perontokan, pengeringan, dan penggilingan. Tiap tahapan ini membutuhkan penanganan yang berbeda menggunakan teknologi yang sesuai. Wenadianto juga menyampaikan bahwa kadar air dalam gabah yang baru dipanen umumnya masih tinggi, berkisar antara 20 hingga 26 persen. Dengan menggunakan alat khusus, kadar air pada gabah dapat ditentukan secara akurat.
“Proses gabah menjadi beras melalui tahapan dimulai dari kegiatan pemanenan, perontokan, pengeringan dan penggilingan. Setiap tahap kegiatan memerlukan penanganan dengan teknologi yang berbeda-beda,” jelas Wenadianto.
Pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu yang lebih lama dan terhindar dari serangga, jamur, dan bakteri. Selain itu, pengeringan gabah juga dapat mempermudah proses penggilingan dan menghasilkan beras yang berkualitas. Dengan menggunakan alat ini, kadar air pada gabah dapat diturunkan dari 27 persen menjadi hanya 14 persen, sehingga biaya transportasi dapat diminimalisir dan menghasilkan beras yang unggul.
“Pengeringan gabah bertujuan untuk menurunkan kadar air pada gabah sehingga dapat disimpan lebih lama dan aman dari kemungkinan berkembangnya serangga dan mikroorganisme seperti jamur dan bakteri,” lanjutnya
Selain itu, pengeringan gabah dapat memudahkan proses penggilingan dan meningkatkan dan menghasilkan beras gilingan yang baik.
Pengeringan gabah dengan menggunakan alat ini dapat menurunkan kadar air dari 27 persen menjadi hanya 14 persen sehingga dapat menekan biaya transportasi dan menghasilkan beras berkualitas.
“Kami harapkan hal ini mampu mengatasi permasalahan khususnya bagi petani sawah dalam rangka pemberdayaan masyarakat sehingga kedepannya akan tumbuh inovator-inovator berkualitas yang mampu mengelola potensi dan sumber daya alam yang tersedia yang dapat mengurangi tingkat pengangguran dan angka kemiskinan kabupaten Kutim,” pungkasnya. (adv)