KUTAI TIMUR – Sekitar 80 persen kebutuhan telur di Kabupaten Kutai Timur (Kutim) masih diimpor dari luar daerah, terutama dari Jawa dan Sulawesi, sementara hanya 20 persen yang dipenuhi dari produksi lokal.
Hal ini membuat Ketua Komisi A DPRD Eddy Markus Palinggi, mendesak pemerintah daerah untuk lebih serius dalam memberdayakan sektor peternakan dan pertanian lokal untuk menciptakan ketahanan pangan yang mandiri.
“Banyak komoditas seperti telur dan sayuran masih harus didatangkan dari luar. Padahal, Kutim memiliki lahan yang subur dan potensi besar untuk memproduksi pangan sendiri,” ujar Eddy Palinggi, saat ditemui awak media belum lama ini.
Menurutnya ini adalah tantangan sekaligus PR bagi Pemerintah Kutim untuk mengatasi masalah kemandirian pangan di daerah tersebut.
“Tantangan sekaligus peluang yang harus dimanfaatkan untuk memperkuat sektor peternakan dan pertanian lokal,” jelasnya
Eddy menyebut, ketergantungan yang tinggi pada pasokan luar daerah ini bisa membahayakan ketahanan pangan di masa depan, terutama dengan adanya rencana pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang akan memperbesar kebutuhan pangan lokal.
Ia menilai, pengembangan sektor ini masih terhambat oleh kurangnya sistem pendampingan dan evaluasi terhadap program-program pemberdayaan peternak lokal.
Tetapi menurutnya, peternak tidak hanya membutuhkan bantuan modal awal, tetapi juga pendampingan berkelanjutan untuk mengembangkan usaha mereka secara lebih profesional dan berkelanjutan
“Sektor peternakan, terutama ternak sapi, ayam, dan babi, memiliki potensi besar yang belum sepenuhnya digali,” tandasnya. (Adv/res)