Kutai Timur – Rapat Paripurna DPRD Kutai Timur yang digelar di Ruang Paipurna, Gedung DPRD Kutim pada Selasa, 15 Juli 2025, berubah menjadi panggung kritik tajam Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhadap Pemerintah Daerah. Dalam penyampaian Pandangan Umum terhadap Nota Pengantar Rancangan Perda RPJMD 2025–2029, Fraksi PPP menyoroti serius absennya kepemimpinan strategis Sekretaris Daerah (Sekda) selaku Ketua TAPD.
“Transformasi ekonomi tidak mungkin terwujud tanpa SDM yang sehat, cerdas, dan berdaya saing. Tapi bagaimana ini bisa tercapai jika anggarannya tidak prioritas, dan koordinasi lintas OPD lemah?” ujar Muhammad Ali, juru bicara Fraksi PPP.
Salah satu kritik paling keras diarahkan kepada Sekda yang dinilai kerap tidak hadir dalam rapat Badan Anggaran (Banggar). Menurut PPP, hal ini mencerminkan bahwa pemerintah daerah tidak serius dalam menangani perencanaan keuangan dan pembangunan jangka menengah.
“Ketidakhadiran Sekda di beberapa rapat penting menandakan minimnya komitmen. Ini berpotensi menyebabkan pembangunan Kutai Timur stagnan, bahkan salah arah,” tegasnya.
Fraksi PPP juga mengungkap sederet persoalan struktural dalam penyusunan RPJMD:
- TAPD belum mampu menyusun proyeksi fiskal lima tahun yang rasional dan adaptif.
- Skema pembiayaan program unggulan dinilai tidak presisi.
- Aspirasi pokok-pokok pikiran DPRD sering diabaikan dari prioritas fiskal.
- Lemahnya koordinasi antar OPD menyebabkan tumpang tindih program dan tidak sinkronnya target pembangunan.
“Siklus perencanaan dan penganggaran terlihat hanya sekadar formalitas. Pembangunan berjalan autopilot tanpa arah. Ini bukan hanya soal administrasi, ini soal visi kepemimpinan,” tegas Fraksi PPP.
Dalam pernyataannya, PPP juga mendorong Bappeda agar berani keluar dari zona nyaman administratif dan menjadi institusi riset kebijakan daerah. Sementara itu, Sekda diharapkan tampil sebagai pemimpin strategis, bukan hanya penghubung administrasi.
Meski kritis, Fraksi PPP menyatakan tetap mendukung pembahasan RPJMD ke tahap Panitia Khusus (Pansus), namun dengan syarat jelas: seluruh perangkat daerah harus hadir secara substantif, bukan formalitas.
“RPJMD tidak boleh hanya jadi dokumen normatif. Ini harus jadi kontrak kebijakan yang menjamin hak rakyat untuk pembangunan yang adil, terukur, dan berkelanjutan,” tutup Muhammad Ali.
Pernyataan keras Fraksi PPP ini menjadi alarm politik bagi Pemda Kutim. Jika tak segera ditanggapi dengan reformasi kepemimpinan dan sinergi anggaran yang terarah, bukan tidak mungkin pembangunan Kutai Timur lima tahun ke depan akan terjebak dalam birokrasi tanpa arah.