Sangatta – Pupuk menjadi salah satu bahan utama yang sangat diperlukan oleh para petani demi mendapatkan tanaman yang tumbuh dengan subur dan hasil panen yang berkualitas.
Namun ada beberapa kendala yang bias saja menghambat apra petani untuk emndapatkan hasil panen yang di inginkan, contohnya perihal hama, ketersediaan air, serta ketersediaan pupuk dengan skala subsidi dari pemerintah ini yang didambakan petani.
Mengingat harga pupuk saat ini semakin tahun semakin melambung. Daya beli masyarakat petani juga tidak semua bisa membeli.
Ditemui saat pasar pangan, Kepala Dinas Pertanian Kutai Timur menjelaskan bahwa dalam peruntukannya, pupuk subsidi tidak bisa di akses semua petani, hanya petani dari tanaman tertentu saja yang bisa menikmati pupuk subsidi. Kepala Dinas Pertanian Dyah Ratnaningrum ikut menjelaskan mengenai persoalan tersebut.
“Karna kita tau bahwa pupuk subsidi ini yang bisa mengakses sekarang terbatas. Kalau tanaman pangan hanya padi, jagung dan kedelai. Kemudian tanaman Horti hanya cabai, bawang merah dan bawang putih. Kemudian tanaman perkebungan hanya kopi, tebu dan kakau. Sementara yang lainnya seperti sayur mayur tidak bisa mengakses pupuk subsidi.” Ucapnya
Dengan keterbatasan inilah, Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Peternakan (DTPHP) Kabupaten Kutai Timur (Kutim) sedang giat untuk membuat pupuk-pupuk organic.
“Dari kotoran dan urin sapi ternyata hasilnya jauh lebih bagus. Kemarin kita ada uji coba 2 hektar untuk bawang merah disangata utara. Itu antara pupuk organik dan non organik kelihatan beda, yang organik warnanya bagus, merahnya bagus, kalau yang non organik dia merahnya pucat. Makanya sekarang kita galakan pupuk-pupuk organic.” Ungkap Kepala Dinas Pertanian Dyah Ratnaningrum
Hasil tanam yang didapat dengan menggunakan pupuk organic dan non organic juga berbeda. Untuk pupuk organic bawang merah yang dihasilkan dalam 1 bonggol berisi 10-12 butir bawang merah, sementara untuk tanaman yang memakai pupuk non organic hanya menghasilkan 8-10 butir dalam 1 bonggolnya. (adm2)