Kutai Timur – Belakangan ini marak terjadi kekerasan, pelecehan, pencabulan dan pemerkosaan terhadap anak dibawah umur. Tidak jarang yang sampai hamil dan melahirkan hingga harus dikeluarkan dari sekolah.
Padahal anak memiliki hak dan kewajiban dalam mendapatkan pendidikan hingga di jenjang SMA atau sederajat. Aisyah membeberkan, pihaknya beberapa kali harus turun tangan langsung untuk mencarikan sekolah pengganti.
“Misal ada kasus pelecehan, dia hamil padahal dia korban tapi di drop out (do) oleh sekolah, setelah melahirkan, kami yang carikan sekolah lain, meski misal pas pertengahan semester atau mau ujian,” ucapnya.
Padahal anak merupakan korban yang untuk mau keluar saja butuh upaya lebih karena masih trauma terhadap kejadian yang menimpanya. Maka akan semakin memperburuk keadaan mentalnya apabila harus putus sekolah.
Terlepas dari kasus tersebut, DPPPA juga pernah mencarikan sekolah untuk korban yang bisa dikatakan pemain, dalam kasusnya korban melakukan hubungan suami istri dengan kekasihnya namun tidak sampai hamil dan di keluarkan.
“Jika perempuan umurnya dibawah 19, tetap saja sebutannya ‘korban’ walau sama-sama mau, karena yang paling di rugikan adalah perempuan, itu dia dikeluarkan dan kami tangani sampai dia bisa sekolah,” paparnya.
Tentu saja harus ada perjanjian sebelum pihaknya turun untuk membantu, si korban ini diwajibkan untuk berubah dan tidak mengulangi kembali. Namun terlepas dari kasusnya korban harus tetap mendapatkan pendidikan Hingga 12 tahun.
Beberapa kali sering terjadi, menurut Aisyah sebab terjadinya permasalahan tersebut bisa melalui banyak faktor, misal pola asuh orang tua, lingkungan yang tidak sehat, dan kurangnya hubungan spiritual kepada tuhan.
“Misal orang tuanya sibuk, tidak perduli ke anaknya, tidak cek-cek keadaan anaknya, cek anaknya sudah sholat atau ibadah, cek anaknya sehat mental atau tidak. Ini semua perlu di perhatikan agar anak tidak terjerumus,” tandasnya.